Friday 17 March 2017

DPRD DIY Gelar Seminar Jogja Bebas Klitih

 

Maraknya kasus Penganiayaan Berat bahkan berujung sampai meninggal dunia, yang rata rata pelaku serta korban mengundang keprihatinan dari berbagai pihak. Penganiayaan berat yang berakibat meninggal dunia akhir akhir ini yang dilakukan pelajar dibawah umur dipandang sesuatu yang sangat mendesak untuk didiskusikan bagaimana dan cara mencari akar permasalahannya.

Fenomena Kenakalan remaja ini yang sangat familiar disebut “Klitih” diperlukan kerjasama dari berbagai pihak. Keluarga, masyarakat, pihak sekolah, Kepolisian dan Pemerintah Daerah harus duduk bersama untuk mengatasi masalah ini.

Inilah yang mendasari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta (DPRD DIY) mengadakan Seminar tentang Kemitraan Strategi Membuat Jogja Bebas Klitih. Acara ini berlangsung di Ruang Rapat Paripurna DPRD DIY, Jalan Malioboro, Yogya, Kamis (16/03/2017). Narasumber yaitu Kapolda DIY Brigjen Pol. Drs. Ahmad Dofiri, M.Si, Wakil Ketua DPRD DIY, Arif Noor Hartanto, SIP. Dan Kepala Badan Kesatuan Bangsa Dan Politik (Kesbangpol) Agung Supriyono, SH. Acara ini dihadiri sekitar 100 (seratus) orang Tamu undangan yang terdiri dari Kepolisian, Anggota DPRD DIY, Komite Sekolah, dan wartawan.

Wakil Ketua DPRD DIY, Arif Noor Hartanto, SIP mengatakan bahwa fenomena  klitih yang dilakukan remaja ini membuat kaget. Karena bukan kohasi sosial yang dibangun, melainkan hilangnya nyawa.

“Para pelaku kekerasan ternyata mereka berangkat dari keluarga yang dingin. Kontrol orang tua sangat lemah. Maka dari itu,, kita mempunyai kewajiban untuk menjaga anak kita. Bukan hanya Orang tua, polisi saja. Semua orang wajib menjaga generasi muda kita ini. Saya harap Semoga diskusi ini membuat jogja kita ini bebas dari tindakan kekerasan, menjadi jogja yang semakin nyaman, serta semakin aman untuk di tinggali masyarakat”, kata Arif.

Senada dengan Arif, Kepala Kesbangpol, Agung Supriyono, SH mengatakan bahwa Kesbangpol bersama jajaran polda, kejaksaan dan kabinda, telah menghadiri kordinasi nasional berkaitan dengan penanganan konflik sosial.

“Masalah antar kelompok geng sekolah adalah salah satu virus yang disinyalir menyebabkan tindakan kriminal. Hal ini sangat meresahkan warga DIY karena banyak hal negatif yang mereka lakukan seperti vandalisme, perusakan lingkungan, fasilitas umum, kekerasan yang melibatkan massa, dan juga melakukan tindakan kriminal berat”, papar Agung. 

Agung berharap dengan adanya Program Jaga Warga yang selama ini telah berjalan, agar dapat terus berkembang menjadi besar. Perkumpulan Jaga Warga beranggotakan tokoh masyarakat, tokoh agama, pemuda, tokoh perempuan atau anggota masyarakat lain disesuaikan dengan kebutuhan wilayah. Disamping itu, Jaga Warga juga berwenang membuat tata tertib di wilayah yang disepakati bersama oleh warga dan melakukan penegakan aturan.

“Harapan kami dengan jaga warga, pembentukan jaga warga oleh pemerintah daerah semakin berkembang. Masyarakat sangat antusias dengan jaga warga. Sampai saat ini telah terbentuk 113 jaga warga. Pembentukan ini tidak lepas dari peran Polri”, lanjut Agung.

Kapolda DIY Brigjen Pol. Drs. Ahmad Dofiri, M.Si memaparkan bahwa rata-rata pelaku penganiayaan ini, adalah pelajar yang tidak naik kelas, sering pindah pindah sekolah.

Mereka itu tidak tinggal dengan orang tua, nge kos, permasalahan pola asuh, sering mendapat perlakuan dari orang tua maupun orang tua yang bercerai. 

“Remaja itu memiliki perilaku yang beresiko. Dia ingin mengungkapkan jati dirinya. Gagah gagahan saja”, papar Kapolda.

“Untuk itu Langkah langkah kita  selain dengan penegakan hukum, juga kita dengan pendekatan psikologi. Perlu dukungan pihak terkait untuk terlibat dalam rangka menuntaskan fenomena kenakalan remaja sebagai Adolence Risk Behavior (ortu, sekolah, pmerintah, dll)”, ujar Kapolda. 

Seperti yang diberitakan sebelumnya bahwa Jogja akhir akhir ini terjadi Penganiayaan yang mengakibatkan Korban meninggal. Rata rata korban adalah siswa SMP dan SMA. Pelaku kekerasan ini mengincar korban yang berusia belia. Sampai saat ini beberapa orang tlah dijadikan tersangka. Mereka dikenai Pasal penganiayaan berat. Pelaku itu pun juga berusia belia (dibawah 17 tahun). Jika dalam pembuktian dipersidangan, terkena pidana penjara diatas 7 (tujuh) tahun, maka akan dikenakan sesuai dengan hukuman yang diberlakukan untuk orang dewasa. Ini yang disebut dengan diversi.

(sumber: Denny Humas Polda DIY- http://dhenyyn.blogspot.co.id/)

Show comments
Hide comments
No comments:
Write comment

Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

Latest News

Back to Top