Dalam sebuah inisiatif yang
memperkuat simpul-simpul toleransi dan kerukunan antarumat beragama, Jaringan
Gusdurian Yogyakarta menggelar kegiatan "Jalan-Jalan Toleransi" dengan
titik start dari GKI Ngupasan Kota Yogyakarta pada Sabtu pagi (24/5/2025).
Acara yang diikuti sekitar 50 peserta dari berbagai kalangan masyarakat,
mahasiswa, pemuda lintas iman, dan pegiat Gusdurian ini dikawal oleh personel
Polsek Gondomanan Polresta Yogyakarta, dipimpin langsung oleh Kapolsek
Gondomanan Kompol Suwardi S.Pd, S.H.
Kegiatan ini bertujuan untuk
mempererat tali silaturahmi, memahami perbedaan, dan membangun kedamaian di
tengah keberagaman. "Jalan-Jalan Toleransi" merupakan langkah nyata
untuk saling mengenali antaragama, serta belajar nilai-nilai damai yang
diajarkan oleh setiap agama dan kepercayaan.
Rute "Jalan-Jalan
Toleransi" kali ini mengunjungi tiga rumah ibadah bersejarah di
Yogyakarta: Gereja Kristen Ngupasan, GPIB Marga Mulya, dan Gereja Katolik Kidul
Loji.
Setibanya di GPIB Margomulyo,
peserta disambut hangat oleh pihak gereja, yang dipimpin langsung oleh Pdt.
Boydo Hutagalung. Dalam suasana yang akrab dan terbuka, diskusi diawali dengan
pemaparan singkat mengenai sejarah GPIB Margomulyo, yang dibangun pada masa
pemerintahan kolonial Belanda dan menjadi bagian dari dinamika kehidupan
keagamaan di Kota Yogyakarta.
Pdt. Boydo menjelaskan bahwa
GPIB berdiri atas semangat pelayanan dan kasih, serta berkomitmen membangun
kehidupan bersama yang inklusif. Ia menekankan bahwa "kasih terhadap
sesama manusia adalah inti ajaran Yesus Kristus," dan hal itu menjadi
pondasi gereja dalam membuka diri terhadap kerja sama lintas iman.
Diskusi kemudian berkembang ke
peran gereja dalam masyarakat. GPIB Margomulyo secara rutin melaksanakan
pelayanan sosial, seperti pembagian sembako, program pendidikan untuk anak-anak
prasejahtera, serta partisipasi aktif dalam forum lintas agama di tingkat kota.
"Kami percaya bahwa gereja harus hadir bukan hanya untuk umatnya, tetapi
juga bagi seluruh masyarakat," ujar Pdt. Boydo.
Menanggapi pertanyaan peserta
mengenai hubungan gereja dengan komunitas agama lain, pihak gereja menjelaskan
bahwa mereka memiliki hubungan baik dengan pengurus masjid dan tempat ibadah
lain di sekitar Malioboro, termasuk melalui kegiatan bersama saat perayaan hari
besar nasional maupun saat tanggap darurat bencana. Salah satu peserta dari
komunitas Gusdurian menyampaikan kesan positif atas keterbukaan GPIB,
menuturkan bahwa pengalaman langsung berinteraksi memberikan pemahaman lebih
dalam dibanding hanya membaca dari buku atau media sosial.
Sebagai penutup, Pdt. Boydo
menyampaikan harapannya agar kegiatan seperti ini tidak berhenti sebagai
simbolik, tetapi terus dilanjutkan dalam bentuk kerja sama konkret. "Kami
siap membuka pintu, berdialog, dan berjalan bersama siapa pun yang ingin
menjaga kedamaian dan kerukunan bangsa," tegasnya.
Perjalanan toleransi
dilanjutkan ke Gereja Katolik Santo Fransiskus Xaverius (FX) Kidul Loji, di
mana para peserta disambut hangat oleh Bapak Bambang Suratmoko, selaku pengurus
Bidang Kemasyarakatan. Diskusi berlangsung dalam suasana akrab, terbuka, dan
penuh semangat persaudaraan.
Bapak Bambang menyampaikan
sejarah singkat gereja FX Kidul Loji yang merupakan salah satu gereja Katolik
tertua di Yogyakarta. Ia menjelaskan bahwa gereja ini tidak hanya berfungsi
sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai pusat pelayanan sosial dan
pemberdayaan masyarakat.
Diskusi kemudian fokus pada
peran gereja dalam membangun toleransi lintas iman. Bapak Bambang menegaskan
bahwa Gereja Katolik sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kasih, perdamaian,
dan penghargaan terhadap martabat setiap manusia. Menurutnya, ajaran Katolik
mengajak umat untuk hidup berdampingan secara damai dengan siapa pun, tanpa
melihat perbedaan agama, suku, maupun budaya.
Disampaikan pula bahwa Gereja
FX Kidul Loji secara rutin menjalin komunikasi dan kerja sama dengan
tokoh-tokoh agama serta pengurus tempat ibadah lain di Kota Yogyakarta. Hal ini
terwujud dalam kegiatan forum lintas iman, bakti sosial lintas komunitas, dan
keterlibatan aktif dalam respons kemanusiaan saat terjadi bencana.
Menanggapi pertanyaan peserta
mengenai praktik kerukunan dan tantangan intoleransi, Bapak Bambang menjelaskan
bahwa gereja berupaya menanamkan semangat keterbukaan kepada umat, serta
melibatkan mereka dalam kegiatan sosial yang inklusif. Ia menutup pemaparannya
dengan menyampaikan bahwa "kedamaian tidak bisa dibangun hanya dari dalam
tembok gereja, tetapi harus dibawa keluar, ke tengah masyarakat yang
majemuk." Ia juga mengapresiasi inisiatif Gusdurian dan berharap kegiatan
seperti ini bisa terus digalakkan sebagai bagian dari upaya merawat
persaudaraan kebangsaan.
Diskusi ditutup dengan
refleksi bersama dan saling berbagi harapan agar kerja sama lintas iman di
Yogyakarta bisa terus tumbuh dengan semangat saling percaya dan saling belajar.
Kapolsek Gondomanan Kompol
Suwardi S.Pd, S.H., menyampaikan, "Kegiatan ini merupakan bentuk nyata
dari upaya penguatan toleransi lintas iman yang difasilitasi oleh Jaringan
Gusdurian Yogyakarta. Dengan pendekatan kultural dan partisipatif, kegiatan ini
bertujuan mempererat silaturahmi, membangun ruang dialog, dan menumbuhkan
kesadaran kolektif atas pentingnya hidup berdampingan secara damai di tengah
keberagaman." Ia menegaskan, "Selama kegiatan berlangsung, situasi
aman dan kondusif." (Humas polsek Gondomanan)
No comments:
Write comment